Identitas Sarung Tenun Samarinda
Kira-kira ada 90 corak dalam sarung samarinda. Sarung dibuat warga
Gang Pertenunan, Kelurahan Mesjid, Samarinda, Kalimantan Timur. Perajin
kebanyakan keturunan atau pendatang dari Kabupaten Wajo, Sulawesi
Selatan, yang kabarnya amat terampil membuat tenunan turun-temurun.
Mereka hijrah dan membangun permukiman di sisi selatan Sungai Mahakam
lebih dari seabad lalu. Mereka pun melestarikan teknik menenun yang
disebut walida. Teknik itu kini cuma dilakukan tidak lebih dari sepuluh
orang.
Kembali ke corak. Beberapa di antaranya dinamai dalam bahasa orang Bugis Wajo. Yang saya temukan dan ketahui ialah baliyare mar-mar, pucuk rebung, billa takajo, tabagolog, coka mannipi, jepa-jepa kamummu, dan siparape. Saya sendiri bingung kalau menunjukkan corak sarung samarinda. Yang saya ketahui cuma tiga yakni corak hatta, soeharto, dan sari pengantin yang ada dalam foto.
Hatta ialah sarung dengan corak kotak besar yang diapit persegi panjang hitam dan dilintasi garis merah, biru, dan hitam. Dinamai hatta untuk menghormati pahwalan kita yakni Mohammad Hatta, Wakil Presiden RI yang pertama sekaligus proklamator kemerdekaan RI bersama Soekarno, sang presiden pertama. Menurut kalangan perajin, corak sarung mereka awalnya tidak dinamai. Ketika ada usul untuk dinamai sebuah corak yang terkenal dengan
hatta, usul itu diterima.
Untuk corak soeharto dapat dilihat kotak-kotak yang lebih kecil dengan warna yang berbeda. Pemberi komentar untuk tulisan pertama saya berjudul Sarung Samarinda yaitu Achmad Subechi benar. Dinamai demikian sebab corak itu amat diminati Soeharto, Presiden kedua RI, yang belum lama ini wafat. Soeharto beberapa kali ke Samarinda dan saat membeli sarung nyaris selalu memilih satu corak itu.
Nah, motif selanjutnya ialah sari pengantin (dalam foto). Sarung itu biasanya dipakai lelaki seusai menjalani adat nikah.
Ketiga motif tersebut–hatta, soeharto, dan sari pengantin–menurut kalangan perajin amat digemari. Namun, yang paling banyak diminati ternyata corak hatta. Itulah corak khas yang diduga termasuk salah satu corak awal yang dibuat para perajin.
Ada yang mengatakan, corak kotak-kotak itu terinspirasi dari permintaan Sultan Kutai Kartanegara yang ingin agar masyarakat Wajo membuat tenunan yang berbeda dari buatan orang Sulawesi yang disebut songket. Entah dari mana inspirasi itu datang sehingga para perajin terdahulu membuat corak kotak-kotak sebagai pakem. Namun, seiring perkembangan zaman, bermunculan juga corak baru yang ternyata terinspirasi dari ukiran-ukiran orang Dayak.
Kembali ke corak. Beberapa di antaranya dinamai dalam bahasa orang Bugis Wajo. Yang saya temukan dan ketahui ialah baliyare mar-mar, pucuk rebung, billa takajo, tabagolog, coka mannipi, jepa-jepa kamummu, dan siparape. Saya sendiri bingung kalau menunjukkan corak sarung samarinda. Yang saya ketahui cuma tiga yakni corak hatta, soeharto, dan sari pengantin yang ada dalam foto.
Hatta ialah sarung dengan corak kotak besar yang diapit persegi panjang hitam dan dilintasi garis merah, biru, dan hitam. Dinamai hatta untuk menghormati pahwalan kita yakni Mohammad Hatta, Wakil Presiden RI yang pertama sekaligus proklamator kemerdekaan RI bersama Soekarno, sang presiden pertama. Menurut kalangan perajin, corak sarung mereka awalnya tidak dinamai. Ketika ada usul untuk dinamai sebuah corak yang terkenal dengan
hatta, usul itu diterima.
Untuk corak soeharto dapat dilihat kotak-kotak yang lebih kecil dengan warna yang berbeda. Pemberi komentar untuk tulisan pertama saya berjudul Sarung Samarinda yaitu Achmad Subechi benar. Dinamai demikian sebab corak itu amat diminati Soeharto, Presiden kedua RI, yang belum lama ini wafat. Soeharto beberapa kali ke Samarinda dan saat membeli sarung nyaris selalu memilih satu corak itu.
Nah, motif selanjutnya ialah sari pengantin (dalam foto). Sarung itu biasanya dipakai lelaki seusai menjalani adat nikah.
Ketiga motif tersebut–hatta, soeharto, dan sari pengantin–menurut kalangan perajin amat digemari. Namun, yang paling banyak diminati ternyata corak hatta. Itulah corak khas yang diduga termasuk salah satu corak awal yang dibuat para perajin.
Ada yang mengatakan, corak kotak-kotak itu terinspirasi dari permintaan Sultan Kutai Kartanegara yang ingin agar masyarakat Wajo membuat tenunan yang berbeda dari buatan orang Sulawesi yang disebut songket. Entah dari mana inspirasi itu datang sehingga para perajin terdahulu membuat corak kotak-kotak sebagai pakem. Namun, seiring perkembangan zaman, bermunculan juga corak baru yang ternyata terinspirasi dari ukiran-ukiran orang Dayak.
0 komentar: